Selasa, 04 Desember 2012

HATI-HATI ! Kampanye Kotor Bisa Jadi Pemicu Konflik Antarwarga

Sengitnya perebutan suara pada pelaksanaan Pemilukada Kabupaten Pulang Pisau 2013 yang akan datang, tentunya akan membuat tim kampanye (resmi atau tidak) masing-masing pasangan kandidat bekerja ektrakeras. Dukungan dana yang cukup membuat mereka bisa melakukan segala cara untuk menyerang lawan. Tidak heran jika kampanye kotor atau dirty campaign, akan sangat dimungkinkan semakin marak dan gencar dilakukan oleh masing-masing Calon.

Apa yang dimaksud dengan kampanye kotor atau dirty campaign?
Sebetulnya tidak ada ketentuan spesifik yang menyebut kampanye kotor atau dirty campign. Namun dari undang-undang yang mengatur pilkada, kita bisa memakai beberapa ketentuan untuk melihat dan menilai praktek kampanye kotor. Misalnya Pasal 116 ayat (2) UU No. 32/2004 junto UU No. 12/2007, terdapat pidana pemilu yang mengancam perbuatan yang dimaksud, tetapi dengan catatan jika perbuatan dilakukan pada masa kampanye. Jika dilakukan di luar masa kampanye, bisa dikenakan pasal perbuatan tidak menyenangkan dan pecemaran nama baik, Pasal 310/315 KUHP.
Materi kampanye kotor, mungkin hampir sama di semua daerah, termasuk di Kabupaten Pulang Pisau ini, lebih pada penyerangan area privat, seperti selingkuh, korupsi yang belum ada keputusan tetapnya, penggunaan isu SARA, dll. Sedangkan bentuknya yang mungkin berbeda dan berkembang. Kalau dulu hanya lewat obrolan, ceramah, selebaran, corat-coret di tembok, poster atau sepanduk; kini bisa dilakukan melalui broadcast SMS dan BBM. Jadi modus kampanye kotor, ya mengikuti atau memanfaatkan perkembangan teknologi.
Siapa sesungguhnya pelaku Kampanye Kotor tersebut ? tentu saja dilakukan oleh orang-orang dari pasangan calon yang tengah berkompetisi. Hanya saja tidak mungkin tim resmi melakukan itu. Pelakunya adalah "tim siluman" pasangan calon tertentu. Kita bisa menelusurinya, dari kontennya, modusnya dan alurnya. Namun tidak gampang untuk dibuktikan secara hukum. Selain itu, para saksi juga belum tentu mau bersaksi.
Ini pekerjaan susah, tetapi harus dicegah atau ditindak keras, sebab jika tidak kampanye kotor ini bisa mengarah ke konflik antarwarga. Kami sudah berulang kali mengingatkan ke penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Panwaslu, namun tampaknya mereka masih abai.
Mengapa Panwaslu diam saja? Mereka terjebak pada apa yang dikatakan Prof. Thamrin Tamagola dengan istilah "demokrasi legal prosedural". Jadi jika pemantau menginformasikan temuan, mereka menuntut kita untuk secara formal melaporkan, di mana seharusnya mereka bisa merespon informasi tersebut dengan menurunkan tenaga pangawas di lapangan. Tetapi yang terjadi mereka menunggu laporan resmi.
Lalu apa yang dilakukan KIPP bila menemukan kasus-kasus kampanye kotor? SOP KIPP sebagai organisasi pemantau, sudah jelas : jika ada temuan langsung membuat laporan ke Panwaslu, yang kemudian kita lengkapi dengan publikasi media melalui siaran pers atau jumpa pers. Tujuannya agar masyarakat ikut terlibat dalam proses pengawasan pilkada.
Setiap aktivitas yang melanggar undang-undang seharusnya bisa ditindak. Karena undang-undang menentukan batas kadaluwarsa terhadap tindak pidana pemilu, maka penyelanggara pemilu harus cekatan. Bergerak aktif, karena mereka digaji negara memang untuk menjalankan tugas itu.
Jika kampanye kotor ini tidak dicegah atau ditindak tegas, saya khawatir hal ini akan jadi pemicu konflik warga Jakarta. Kita tahu, meskipun Jakarta ini metropolis, pendudukanya berpendidikan, namun konflik antarkelompok bebrasis etnis dan agama juga kerap muncul, bahkan sampai menimbulkan korban. Makanya kami selalu mengingatkan penyelenggara pemilu agar begerak cepat menangani masalah ini. Jika memang tidak bisa ditindak, ya pencegahan harus dilakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar